Oleh TEMPO Interaktif |
Rabu, 09 April 2008
|
JAKARTA: Ketua Parti Keadilan Rakyat Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan sangat mengagumi ulama besar Indonesia Profesor Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka. Karya sastra berupa novel yang ditulis Hamka, sangat diminati. “Buku Buya Hamka, Tafsir Al Azhar menemani saya selama dua kali di penjara,” ujar dia dalam jumpa media sempena 100 tahun Buya Hamka di Jakarta, Selasa (8/4).
Karena kekagumannya itu, mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia itu menyarankan agar anak-anak sejak dini dikenalkan dengan karya-karya sastra Buya Hamka. “Sastera itu baik, dan harus dimulai dari kecil.”
Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Suyatno menyatakan Buya Hamka merefleksikan sosok yang begitu kompleks. Ia bukan hanya sastrawan, tapi juga sejarawan, seniman, orator, politikus, dan pendidik. “Meski tidak tamat sekolah dasar, Buya Hamka tidak pernah berhenti belajar selama hidupnya,” ujar dia.
Kelemahan sistem ajar saat ini yang mengharuskan peserta didik menelan semua kurikulum yang disediakan, tambah Suyatno, menyebabkan hilangnya sosok seperti Buya Hamka. “Prinsip belajar orang Indonesia umumnya terhenti pada suatu masa,” katanya.
Motivasi belajar Buya Hamka, Suyatno melanjutkan, juga sulit ditemukan pada orang Indonesia kebanyakan. Meski fasiliras berlimpah, motivasi tidak lantas ikut-ikutan berlimpah. “Buktinya siswa pasti senang kalau guru tidak masuk ngajar,” katanya |
0 comments:
Post a Comment